Pagi tadi dalam perjalanan ke kantor, pas di angkot Ujung Berung-Ciwastra, gw mendengar obrolan empat orang anak SMP, cowok semua, yang bikin gw senyam-senyum:
Anak1 : “Maneh rek milu moal?”
Anak2 : “Ka mana?”
Anak3 : “Ka Astor! Hahaha..”
Mereka berempat tertawa. Gw ga tau apa dan di mana Astor yang mereka maksud itu. So, gw rada ga ngerti kenapa mereka tertawa. Yang gw tau, Astor itu merek salah satu makanan ringan. Iya kan?
Obrolan berlanjut…
Anak2 : “Teu bisa, euy. Rek beberes imah, anjing. Pan lanceuk urang minggu.”
Anak1 : “Naon? Kawin?”
Anak2 : “Heu-euh.”
Anak4 : “Maneh jadi naon? Pager ayu atawa pager tanaman? Hahaha…”
Mereka berempat tertawa lagi. Gw sendiri ikut senyam-senyum.
Lanjut…
Anak2 : “Pager betis, anjing…” Tertawa lagi. Gw masih senyam-senyum.
Anak2 : “Alus, anjing, tentara wungkul. Make sangkur.” ^sambil tangannya ke belakang pinggangnya^
Anak1 : “Heu-euh..sawerna granat! Hahaha…”
Mereka berempat tertawa lagi. Dan gw tambah senyam-senyum. Kemudian percakapan meluas ke mana-mana. Biasa kan, kalo ngobrol sama temen-temen suka begitu, ngobrol terus dari topik satu ke topik lain.
“What a morning!” pikir gw sambil masih senyam-senyum.
Yang bikin gw tertarik dari obrolan anak-anak cowok itu adalah gaya bicara mereka yang (sepertinya) ga pernah terlepas dari kata ‘anjing’. Bukan maksud mereka mengumpat temen mereka, tapi sekedar pelengkap (?) saat mereka ngobrol atau bercanda dengan temen sebaya mereka. Iya lah, sama temen sebaya. Kalo sama yang lebih tua, bisa-bisa digampar tu anak, hehehe…
Kalo gw perhatiin, anak-anak usia sekolah di Bandung ini kayaknya ga afdol kalo ngobrol sama temen mereka kalo ga menyisipkan kata ‘anjing’ itu. Sok geura, perhatiin. Dari usia SD sampe SMA, bahkan mahasiswa juga menggunakannya. Memang ga semua begitu. Kenapa ya?
Mungkin cuma masalah kebiasaan, menurut gw, sih. Memang terdengar ga enak di telinga orang-orang yang mendengarnya. Dan ga sopan pula. ‘Anjing’, gitu lho… Apalagi kalo di antara yang mendengar itu ada orang-orang tua. Bisa-bisa langsung dibanjiri nasehat deh, tu anak-anak.
Tapi anak-anak itu ga tersinggung, lho, dibilang ‘anjing’ sama temennya. Biasa aja. Waduh adik-adik, lama-lama kalian jadi anjing beneran, lho… Atau memang udah? Hahaha… Becanda, lagi ;)
Habis, mau gimana lagi? Lingkungan pergaulan mereka mayoritas seperti itu. Temen-temen mereka berbicara seperti itu. Meski di rumah, gw yakin, mereka ga menggunakan kata ‘anjing’ itu, tapi begitu berbaur dengan sebayanya, mereka pun kembali ber-‘anjing’ ria.
Gw sendiri ga pernah pake kata ‘anjing’ sebagai pelengkap gaya bicara gw. Sebagai gantinya, gw pake ‘siah’ atau ‘siah maneh’. Sebenernya sama-sama aja ga sopannya :p Tapi level ga sopannya masih di bawah ‘anjing’ tadi, hehehe…
Itu juga gw pake dulu, waktu jaman gw sekolah. Temen-temen cowok gw juga banyak kok, yang pake ‘anjing’ itu. Kadang-kadang “diperhalus” jadi ‘anjir’ atau ‘anjis’. Naah..kalo yang ini gw suka pake juga. Hlhoo?? Hehehe…
Kata ‘anjing’ pernah gw pake sebagai kata umpatan. Ups! :p Tapi dengan suara pelan, hehehe… Tapi sekarang, gw pake kata ‘shit’. Masih dengan suara pelan :p Soalnya orang-orang berpendapat bahwa ga baik kalo cewek berkata-kata kasar. Padahal cowok juga sama aja ga baik kalo berkata-kata kasar. Huh!
Masalah ‘anjing’ ini juga pernah sedikit dibahas di koran lokal. Yang gw tau, ada kolom yang ditulis sama siapa-namanya-gw-lupa di koran PR tentang ‘anjing’ ini. Judulnya Let’s Go Dog! Hahaha… Beberapa anak-anak Bandung kan, memang suka bilang "Hayu, anjing!" kalo ngajak temennya pergi. Dalam bahasa Inggris jadinya memang ‘Let’s go dog!’. Hahahaha…
Kayak temen gw waktu STM. Dia nerjemahin "Anjing, panas!" ke bahasa Inggris jadi ‘Hot dog!’ … Hahaha!
Yah.. buat gw sih, yang penting anak-anak itu tau kapan waktunya make atau harus ninggalin si 'anjing' dalam gaya bicara mereka. Nanti juga, seiring bertambahnya usia dan kedewasaan mereka, mereka akan meninggalkan si 'anjing' selamanya. Semoga.
Hmm... Iya ga, ya?
Anak1 : “Maneh rek milu moal?”
Anak2 : “Ka mana?”
Anak3 : “Ka Astor! Hahaha..”
Mereka berempat tertawa. Gw ga tau apa dan di mana Astor yang mereka maksud itu. So, gw rada ga ngerti kenapa mereka tertawa. Yang gw tau, Astor itu merek salah satu makanan ringan. Iya kan?
Obrolan berlanjut…
Anak2 : “Teu bisa, euy. Rek beberes imah, anjing. Pan lanceuk urang minggu.”
Anak1 : “Naon? Kawin?”
Anak2 : “Heu-euh.”
Anak4 : “Maneh jadi naon? Pager ayu atawa pager tanaman? Hahaha…”
Mereka berempat tertawa lagi. Gw sendiri ikut senyam-senyum.
Lanjut…
Anak2 : “Pager betis, anjing…” Tertawa lagi. Gw masih senyam-senyum.
Anak2 : “Alus, anjing, tentara wungkul. Make sangkur.” ^sambil tangannya ke belakang pinggangnya^
Anak1 : “Heu-euh..sawerna granat! Hahaha…”
Mereka berempat tertawa lagi. Dan gw tambah senyam-senyum. Kemudian percakapan meluas ke mana-mana. Biasa kan, kalo ngobrol sama temen-temen suka begitu, ngobrol terus dari topik satu ke topik lain.
“What a morning!” pikir gw sambil masih senyam-senyum.
Yang bikin gw tertarik dari obrolan anak-anak cowok itu adalah gaya bicara mereka yang (sepertinya) ga pernah terlepas dari kata ‘anjing’. Bukan maksud mereka mengumpat temen mereka, tapi sekedar pelengkap (?) saat mereka ngobrol atau bercanda dengan temen sebaya mereka. Iya lah, sama temen sebaya. Kalo sama yang lebih tua, bisa-bisa digampar tu anak, hehehe…
Kalo gw perhatiin, anak-anak usia sekolah di Bandung ini kayaknya ga afdol kalo ngobrol sama temen mereka kalo ga menyisipkan kata ‘anjing’ itu. Sok geura, perhatiin. Dari usia SD sampe SMA, bahkan mahasiswa juga menggunakannya. Memang ga semua begitu. Kenapa ya?
Mungkin cuma masalah kebiasaan, menurut gw, sih. Memang terdengar ga enak di telinga orang-orang yang mendengarnya. Dan ga sopan pula. ‘Anjing’, gitu lho… Apalagi kalo di antara yang mendengar itu ada orang-orang tua. Bisa-bisa langsung dibanjiri nasehat deh, tu anak-anak.
Tapi anak-anak itu ga tersinggung, lho, dibilang ‘anjing’ sama temennya. Biasa aja. Waduh adik-adik, lama-lama kalian jadi anjing beneran, lho… Atau memang udah? Hahaha… Becanda, lagi ;)
Habis, mau gimana lagi? Lingkungan pergaulan mereka mayoritas seperti itu. Temen-temen mereka berbicara seperti itu. Meski di rumah, gw yakin, mereka ga menggunakan kata ‘anjing’ itu, tapi begitu berbaur dengan sebayanya, mereka pun kembali ber-‘anjing’ ria.
Gw sendiri ga pernah pake kata ‘anjing’ sebagai pelengkap gaya bicara gw. Sebagai gantinya, gw pake ‘siah’ atau ‘siah maneh’. Sebenernya sama-sama aja ga sopannya :p Tapi level ga sopannya masih di bawah ‘anjing’ tadi, hehehe…
Itu juga gw pake dulu, waktu jaman gw sekolah. Temen-temen cowok gw juga banyak kok, yang pake ‘anjing’ itu. Kadang-kadang “diperhalus” jadi ‘anjir’ atau ‘anjis’. Naah..kalo yang ini gw suka pake juga. Hlhoo?? Hehehe…
Kata ‘anjing’ pernah gw pake sebagai kata umpatan. Ups! :p Tapi dengan suara pelan, hehehe… Tapi sekarang, gw pake kata ‘shit’. Masih dengan suara pelan :p Soalnya orang-orang berpendapat bahwa ga baik kalo cewek berkata-kata kasar. Padahal cowok juga sama aja ga baik kalo berkata-kata kasar. Huh!
Masalah ‘anjing’ ini juga pernah sedikit dibahas di koran lokal. Yang gw tau, ada kolom yang ditulis sama siapa-namanya-gw-lupa di koran PR tentang ‘anjing’ ini. Judulnya Let’s Go Dog! Hahaha… Beberapa anak-anak Bandung kan, memang suka bilang "Hayu, anjing!" kalo ngajak temennya pergi. Dalam bahasa Inggris jadinya memang ‘Let’s go dog!’. Hahahaha…
Kayak temen gw waktu STM. Dia nerjemahin "Anjing, panas!" ke bahasa Inggris jadi ‘Hot dog!’ … Hahaha!
Yah.. buat gw sih, yang penting anak-anak itu tau kapan waktunya make atau harus ninggalin si 'anjing' dalam gaya bicara mereka. Nanti juga, seiring bertambahnya usia dan kedewasaan mereka, mereka akan meninggalkan si 'anjing' selamanya. Semoga.
Hmm... Iya ga, ya?
1 comment:
First of all.. Astor tu bioskop deket pasar ujung berung.... bukannya ak promo... tapi itu emang bioskop termegah dan tercanggih di ujung berung
acnya dingin... karna emang nggak pake dinding.. Angin Cemiliir mannn... ha..ha.ha...
Post a Comment